OPEN body ( ) tag
Sunday, November 12, 2006,1:56 PM
                                                                                                                                                                                                 

Generasi ke Generasi


Puluhan tahun yang lalu, bisa bercakap-cakap dengan orang lain di seberang lautan adalah sebuah hal yang menakjubkan. Sekarang, dengan peralatan yang disebut telefon (telephone) maka berbicara dengan orang lain yang jaraknya sangat jauh bahkan di luar negeri sekalipun bisa dilakukan.

Dasar-dasar teknologi telefon yang pertama sekali diperkenalkan oleh Alexander Graham Bell (1847-1922). Walaupun penemuan tersebut masih kontroversial karena ada sebagian pihak yang mengklaim Antonio Mecci sebagai penemu aslinya. Terlepas dari kontroversi itu, penemuan Bell adalah sebuah lompatan besar dalam sejarah manusia.

Awalnya sebuah telefon membutuhkan kabel sebagai media transmisinya. Karena tidak fleksibel maka dikembangkanlah teknologi wireless (nirkabel) agar telefon bisa dibawa-bawa. Maka berkembanglah telefon dengan handset yang bisa dibawa-bawa dalam radius tertentu. Namun teknologinya masih berbasis PSTN (public switched telephone network).

Manusia memang tidak pernah puas. Sampai akhirnya pada era 1980-an ditemukan teknologi mobile phone atau cellular phone. Teknologi ini memungkinkan sebuah handset dibawa ke mana saja selama masih bisa dijangkau sinyal dari BTS (Base Transeiver Station) yang disebar di setiap daerah.

Perkembangan Seluler
Generasi pertama seluler (1G: first generation) muncul pada era 1980-an. Teknologi yang digunakan masih analog. Contohnya: NMT (Nordic Mobile Telephone), AMPS (Advanced Mobile Phone System), Hicap, CDPD, Mobitex, dan DataTac.

Di Indonesia sendiri sempat muncul operator seluler berbasis teknologi AMPS pada era 1990-an. Namun akhirnya operator-operator tersebut gulung tikar karena kualitasnya kalah bersaing dengan teknologi GSM yang mulai hadir sekitar tahun 1995.

Generasi kedua (2G: second generation) hadir dengan memanfaatkan sinyal digital. Teknologi 2G menggunakan 2 basis multiplexing yaitu TDMA (time division multiple acces) dan CDMA (code division multiple access). Contoh TDMA adalah GSM, iDEN, D-AMPS, dan PDC. Contoh CDMA adalah CDMA-One dan CDMA1X.

Untuk GSM berkembang layanan data bergerak (mobile data service). Gunanya untuk mentrasfer data dari satu titik ke titik yang lain. Contohnya adalah teknologi GPRS (General Packet Radio Services) yang memungkinkan seseorang mengirimkan gambar dan suara (MMS: multimedia services), atau mengakses situs WAP (wireless aplication protocol). Teknologi GPRS ini hampir menuju ke generasi ke-3 (3G) sehingga sering disebut 2.5G.

Karena kecepatan transfer data (data rate) yang dirasakan masih kurang, maka berkembanglah teknologi EDGE (Enhanced Data Rates for GSM Evolution). Secara teori EDGE mampu menghasilkan data rate sampai 236.8 kbps. Dengan demikian, EDGE disebut juga generasi 2.75 atau 2.75G karena berada di antara 2.5G dan 3G.

Generasi Ke-3 (3G)
Sekarang Indonesia telah bersiap-siap menggelar teknologi seluler generasi ke-3 (3G: third generation). Operator seluler sudah melakukan uji coba 3G sejak tahun lalu. Menurut rencana awalnya, semester kedua 2006 ini teknologi 3G sudah mulai dipasarkan.

Teknologi 3G didapatkan dari 2 buah jalur teknologi 2G yaitu GSM (TDMA) dan CDMA. GSM berevolusi menjadi UMTS sedangkan CDMA menjadi W-CDMA (wideband code division multiple access). Sebenarnya apa yang menarik dari 3G? Beberapa di antaranya adalah mampu melayani video phone, video streaming, email, dan mobile tv. Hal ini dimungkinkan karena kecepatan transfer data bisa mencapai 1 Mbps (mega bits per second).

Bayangkan, kita bisa bertelefon sambil melihat wajah lawan bicara. Melepas rindu antarpasangan juga menjadi lebih romantis karena bisa melihat langsung wajah sang kekasih. Setelah puas melepas kangen, kita bisa menonton televisi. Aksi pemain sepakbola Liga Inggris bisa kita saksikan langsung dari ponsel. Dunia serasa dalam genggaman. Begitulah yang akan kita rasakan jika 3G sudah hadir di tengah-tengah kita.

Namun semua itu masih sebatas mimpi. Sampai saat ini layanan 3G belum bisa kita rasakan karena masih dalam tahap persiapan. Walaupun sudah ada operator yang melaunching layanan ini namun belum secara resmi bisa kita nikmati.

Adapun kendala yang paling terasa pada 3G adalah mahalnya harga handset. Handset 3G biasanya memiliki 2 kamera (dual camera) sehingga harganya menjadi lebih mahal. Paling tidak saat ini harganya di atas Rp 3 juta. Hal ini tentu menyulitkan kalangan menengah ke bawah untuk memilikinya.

Bakal Tidak Mudah
Kebiasaan bertelefon juga akan mengalami perubahan jika kita berlangganan 3G. Kalau biasanya kita meletakkan handset di telinga, maka dengan 3G kita tidak perlu melakukannya. Cukup arahkan handset ke wajah karena kamera depan (front camera) akan menangkap gambar wajah kita untuk ditampilkan di layar ponsel lawan bicara. Begitu juga sebaliknya sehingga layanan video phone bisa dinikmati.

Namun 3G tidak bakal selancar yang kita bayangkan. Masih ada beberapa kendala yang bakal ditemui jika layanan ini digelar di Indonesia.

Pertama, harga handset yang relatif mahal dan belum terjangkau semua kalangan. Hal ini membuat penetrasi ponsel 3G menjadi rendah. Sehingga layanan video call akan sulit dilaksanakan. Kalau ponsel kita sudah mendukung 3G dengan dual camera, sementara lawan bicara kita ponselnya masih "kuno" (tanpa kamera) maka layanan video call menjadi sia-sia. Dengan demikian kita harus memilah-milah akan menghubungi siapa untuk memanfaatkan 3G.

Kedua, cakupan layanan yang relatif masih sempit. Tidak semua BTS mampu melayani 3G. Saat ini masih beberapa kota saja yang bisa memenuhi kebutuhan pelanggan. Walaupun operator akan terus mengupayakan pengembangan cakupan. Dengan coverage yang terbatas, maka pelanggan masih akan "pikir-pikir" memanfaatkan 3G.

Ketiga, layanan 3G masih tumpang tindih dengan teknologi lain. Untuk akses internet, EDGE masih mampu melayaninya. Begitu juga dengan GPRS. Namun kedua teknologi ini belum dimaksimalkan. Sama seperti layanan push email yang juga masih belum dieksplorasi secara maksimal.

Begitupun, kita patut menantikan kehadiran 3G sebagai generasi terbaru dari teknologi seluler yang belum kita rasakan. Apakah teknologi ini masih relevan dengan perkembangan zaman, mengingat sekarang sudah ada teknologi transfer data yang mencapai 70 Mbps lewat WiMax. Dan di luar negeri sedang dipersiapkan layanan seluler generasi ke-4 (4G). Ah kita memang selalu tertinggal.

baca lengkapnya  
posted by daeng Permen Kali ¤ 1 Komentar Kamu
,1:45 PM
                                                                                                                                                                                                 

3G

Pada saat ini ada dua cabang dari pengembangan 3G, yaitu dari sisi GSM (Global System for Mobile Communication)yang dipelopori oleh 3G Partnership Project dan CDMA (Code Division Multiple Access) yang dipelopori oleh 3G Partnership Project 2 (3GPP2). Kedua teknologi tidak kompatibel dan sesungguhnya saling berkompetisi.

Salah satu alasan mengapa layanan 3G dapat memberikan throughput yang lebih besar adalah karena penggunaan teknologi spektrum tersebar yang memungkinkan data masukan yang hendak ditransimisikan disebar di seluruh spektrum frekuensi. Selain mendapatkan pita lebar yang lebih besar, layanan berbasis spektrum tersebar jauh lebih aman daripada timeslot dan/atau frequency slot.

Jaringan 3G tidak merupakan upgrade dari 2G; operator 2G yang berafiliasi dengan 3PP perlu untuk mengganti banyak komponen untuk bisa memberikan layanan 3G. Sedangkan operator 2G yang berafiliasi dengan teknologi 3GPP2 lebih mudah dalam upgrade ke 3G karena berbagai network element nya sudah didesain untuk ke arah layanan nirkabel pita lebar (broadband wireless). Layanan 3G juga telah digembar-gemborkan namun pada kenyataannya, banyak ditemui kegagalan. Negara Jepang dan Korea Selatan adalah contoh dimana layanan 3G berhasil. Hal ini sangat mungkin disebabkan oleh faktor:

  1. Dukungan pemerintah. Pemerintah Jepang tidak mengenakan biaya di muka (upfront fee) atas penggunaan lisensi spektrum 3G atas operator-operator di Jepang (ada tiga operator: NTT Docomo, KDDI dan Vodafone). Sedangkan pemerintah Korea Selatan, walau pun mengenakan biaya di muka, memberikan insentif dan bantuan dalam pengembangan nirkabel pita lebar (Korea Selatan adalah negara yang menggunakan Cisco Gigabit Switch Router terbanyak di dunia) sebagai bagian dalam strategi pengembangan infrastruktur.
  2. Kultur masyarakatnya. Layanan video call, yang diramal menjadi killer application tidak terlalu banyak digunakan di kedua negara tersebut. Namun, layanan seperti download music dan akses Internet sangat digemari. Operator seperti NTT Docomo (Jepang) memberikan layanan Chaku Uta untuk download music. Sedangkan di Korea, layanan web presence seperti Cyworld yang diberikan oleh SK Tel, sangat digemari. Dengan layanan ini, pelanggan bisa mengmbil foto dari handset dan langsung memuatnya ke web portal miliknya di Cyworld. Layanan ini kemudian ditiru oleh Flickr dengan handset N73.
  3. Keragaman layanan konten. Docomo dan SKTel tidak menggunakan WAP standar sebagai layanan konten nya. Docomo mengembangkan aplikasi browser yang disebut iMode, sedangkan SKTel mempunyai June dan Nate.
baca lengkapnya  
posted by daeng Permen Kali ¤ 0 Komentar Kamu